Taman Nasional Ujung Kulon

Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) merupakan salah satu taman nasional yang pertama kali diresmikan di Indonesia. Taman nasional yang terletak di Semenanjung barat Pulau Jawa ini, memiliki luas 122.956 Ha (443 km² di antaranya adalah laut) dan merupakan satu-satunya habitat hidup bagi Badak Jawa, lebih tepatnya Badak Sunda, atau badak bercula-satu kecil (Rhinoceros sondaicus), oleh karena itu sejak tahun 1991, Taman Nasional Ujung Kulon ditetapkan sebagai salah satu Warisan Dunia yang dilindungi oleh UNESCO.
Kawasan Taman Nasional Ujung Kulon secara administratif terletak di Kecamatan Sumur dan Kecamatan Cimanggu, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, sedangkan secara geografis terletak antara 102º02’32” – 105º37’37” BT dan 06º30’43” – 06º52’17” LS.
Taman Nasional Ujung Kulon dapat dicapai melalui jalur darat maupun jalur laut. Untuk jalur darat dari Jakarta, kita akan menempuh jarak ± 225 km dalam waktu 6-7 jam melalui Jakarta – Serang – Pandeglang – Labuan – Sumur – Taman Jaya.  Sedangkan yang melalui Anyer akan menempuh jarak ± 244 km dalam waktu 7-8 jam dengan rute Jakarta – Cilegon – Anyer – Carita – Labuan – Sumur – Taman Jaya. Jalur laut dapat ditempuh melalui Carita – Sumur – Taman Jaya dengan waktu sekitar 3-4 jam. Bagi yang menggunakan transportasi umum, dari Jakarta gunakan bus tujuan ke Serang. Turun di terminal Serang, kemudian lanjutkan perjalanan menggunakan angkutan ke Cibaliung – Sumur – Taman Jaya.
Bicara mengenai Taman Nasional Ujung Kulon tentunya tidak akan terlepas dari Badak bercula satu (Rhinoceros sondaicus) yang saat ini populasinya tinggal 50-60 ekor di dunia, dan pantai-pantai indah berpasir putih yang terdapat di sepanjang Semenanjung Ujung Kulon. Adapun obyek-obyek wisata yang dapat ditemukan antara lain:
Pulau Panaitan
surf-panaitanPulau ini terletak di sebelah barat laut dari Kawasan TNUK dengan luas ± 17.000 Ha. Pulau yang dipisahkan oleh sebuah selat sempit ini memiliki beberapa spot menyelam (diving) yang terkenal, seperti Legon Lentah dan Legon Kadam di sebelah utara, serta Legon Samadang, Karang Jajar, dan Legok Butun di sebelah selatan. Salah satu spot diving tersebut adalah terumbu karang Batu Pitak dekat Legon Butun. Namun, karena kuatnya arus dan faktor-faktor alam lainnya, menyelam di sekitar Pulau Panaitan tidak direkomendasikan untuk penyelam pemula. Pulau Panaitan juga menjadi salah satu lokasi favorit para peselancar. Lokasi di dalam Teluk Kasuaris dikenal memiliki ombak yang cukup besar, konon bahkan dijuluki sebagai “One Palm Point” oleh para surfer. Perbukitan di pulau ini merupakan kombinasi dari vegetasi hutan mangrove, hutan pantai dan hutan hujan dataran rendah. Berbagai jenis satwa dapat kita temukan disini, seperti rusa, kancil, babi hutan, kera ekor panjang, buaya, kadal, ular phyton, dan aneka jenis burung. Salah satu bukit tinggi di pulau ini yang dikenal sebagai Gunung Raksa, dapat ditemukan Arca Ganesha dan benda-benda sejarah yang merupakan peninggalan jaman Hindu kuno. Dipulau ini kita juga dapat menemukan lokomotif tua berikut rel kereta api peninggalan jaman penjajahan Belanda. Konon pulau ini merupakan pecahan dari pulau Sumatera.
Pulau Peucang
PeucangPulau seluas 450 Ha ini merupakan destinasi yang paling sering dikunjungi wisatawan. Pantai berpasir putih dengan hamparan yang luas merupakan daya tarik tersendiri bagi para pecinta pantai. Kehidupan biota bawah laut dan gugusan terumbu karang yang ada disekitar pulau sangat sesuai untuk kegiatan snorkeling dan diving. Salah satu lokasi snorkeling dan diving yang terkenal dengan taman lautnya yang indah, yaitu Cihandarusa. Tempat ini hanya butuh sekitar 15 menit dari dermaga Peucang. Di pulau ini sudah tersedia fasilitas penginapan, restoran, dermaga, dan pusat informasi. Selain itu, kita juga dapat bercengkerama dengan rusa (Russa timorensis), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dan babi hutan (Sus verrucosus) yang berkeliaran dengan bebas.
Karang Copong
Karang CopongDi bagian utara pulau Peucang terdapat sebuah batu karang besar yang telah mati, disebut Karang Copong. Lokasi ini dapat dicapai dengan berjalan kaki sekitar ± 45 menit dari penginapan. Dalam perjalanan ke Karang Copong, kita akan melalui hamparan hutan hujan tropis dataran rendah yang masih alami, kita akan berjumpa dengan pohon-pohon ficus sp serta Kiara yang besar, burung hantu,  babi hutan, rusa, merak, dan monyet. Tiba di Karang Copong, kita akan disambut semburat cahaya kemerahan dari tenggelamnya matahari dengan latar pemandangan pantai dan laut yang indah.
Padang Pengembalaan Cidaon
Padang pengembalaan ini dapat dicapai melalui dua lokasi, yaitu langsung dari Pulau Peucang atau berjalan kaki dari arah Cibunar sekitar ± 7 km. Jika melalui Peucang, kita akan diseberangkan dengan perahu sekitar ± 15 menit, selanjutnya berjalan kaki sejauh ± 250 meter. Disini, kita dapat melihat hewan-hewan liar seperti banteng yang sedang merumput, burung merak, dan kadang-kadang ayam hutan. Umumnya, banteng dapat dilihat pada pagi hari sekitar pukul 06.00 – 07.30 WIB dan pada sore hari sekitar 16.30 WIB. Kita dapat menyaksikan pemandangan ini dari menara pengintai dengan menggunakan teropong. Hal lain yang dapat dilakukan disini adalah mengunjungi Air Terjun Citerjun yang terletak sekitar ± 1,5 km. Setibanya di Citerjun, kita dapat melepas lelah dan mandi dibawah guyuran air yang jernih. Di lokasi ini, kita akan menyaksikan bentagan alam yang unik, berupa perpaduan warna air sungai diantara tepian pantai yang berpasir, sementara teras Citerjun terbentuk oleh campuran batuan kapur dan stalagtit selama kurun waktu yang sangat lama.
Tanjung Layar
Tanjung LayarUntuk mencapai tempat ini, dari Pulau Peucang terlebih dahulu kita harus menuju Cibom menggunakan kapal sekitar ± 30 menit. Di Cibom tidak ada dermaga, sehingga kita harus pindah ke perahu yang lebih kecil untuk mencapai bibir pantai. Disini terdapat sebuah shelter yang menyediakan informasi mengenai kawasan ini, sejarah kedatangan bangsa asing, pembangunan mercusuar hingga sisa-sisa kegagalan pembangunan dermaga yang diakibatkan oleh kekacauan politik dan merebaknya wabah penyakit. Dari Cibom kita akan menyusuri jalan setapak menuju Tanjung Layar, dibutuhkan waktu ± 45 menit dengan jarak tempuh 1,2 km. Di Tanjung Layar, kita dapat melihat pemandangan Semenanjung Ujung Kulon yang langsung menghadap Samudera Hindia dari atas mercusuar.
Mercusuar Tanjung Layar
MercusuarMercusuar pertama dibangun pada awal tahun 1800. Akibat gempa bumi yang terjadi pada tahun yang sama, bagian atas mercusuar mengalami kerusakan parah, dan setelah meletusnya Gunung Krakatau pada tahun 1883 keseluruhan bangunan runtuh. Sisa dasar bangunan mercusuar pertama berbentuk bulat saat ini dijadikan sebagai tempat tangki air. Mercusuar kedua dibangun dari konstruksi baja dengan ketinggian 25 m dan dilengkapi lampu gas. Mercusuar yang ada saat ini adalah yang ketiga, dibangun pada tahun 1972, letaknya sekitar ± 500 meter dari lokasi mercusuar lama, dengan tinggi 40 m dan lampu yang dapat terlihat dari jarak 25 mil laut. Pantai di Tanjung Layar dipenuhi oleh karang-karang besar yang seolah-olah menjadi benteng penjaga yang menghalau deburan ombak Samudera Hindia.
Ciramea
Ada dua jalur menuju ke Ciramea, jalur pertama melalui Cibom – Ciramea berjarak 2,5 km dengan waktu tempuh ± 1 jam. Jalur ini berupa jalan setapak sedikit mendaki melewati hutan hujan tropis dataran rendah dan sungai-sungai kecil. Jalur kedua melalui Cibom – Tanjung Layar – Ciramea berjarak 5 km dengan waktu tempuh ± 1,5 jam, kita akan menyusuri daerah pantai yang berbatu dan hutan mangrove sebelum tiba di pantai berpasir putih Ciramea. Lokasi ini merupakan tempat pendaratan dan bertelur penyu hijau (Chelonia mydas).
Sanghyang Sirah
Di lokasi ini terdapat gua yang dipercaya sebagai petilasan (tempat bertapa) Prabu Kian Santang yang hidup pada masa Prabu Siliwangi di Kerajaan Padjajaran. Oleh karena itu tidak heran jika setiap bulan Maulid dan Muharram banyak penziarah yang berkunjung ke tempat ini. Di dalam gua, terdapat air telaga yang konon dapat menjernihkan pikiran jika diusapkan ke muka. Gua ini tidak boleh diambil fotonya, untuk memasukinya peziarah diharuskan melepas alas kaki dan dianjurkan berpuasa terlebih dahulu. Untuk mencapai lokasi ini dapat ditempuh dari dua jalur, yang pertama dengan trekking sekitar ± 5 jam dari Ciramea – Sanghyang Sirah dengan jarak 8 km. Kita akan menyusuri pantai berpasir putih, berbatu dan berkarang. Setelah tiba di Kepala Beureum, kita akan memasuki hutan, bersiaplah untuk tanjakan dan turunan curam bukit berbatu yang menyatu dengan garis pantai tepat di utara Sanghyang Sirah. Tiga batu karang besar yang berdiri tegak bagaikan gerbang, seakan menjadi pintu masuk menuju tanjung berbatu di sekitar pantai. Jalur kedua, menyusuri jalur selatan Semenanjung Ujung Kulon mulai dari Desa Taman Jaya, dibutuhkan waktu 2-3 hari.
Pulau Handeleum
HandeleumPulau seluas ± 220 Ha ini merupakan pulau terbesar diantara gugusan Kepulauan Handeuleum yang terdiri atas beberapa pulau, diantaranya Pulau Handeuleum besar, Handeuleum tengah dan Handeuleum kecil. Kepulauan Handeleum memiliki ekosistem yang sangat beragam, selain berbagai jenis mangrove, kita dapat menemukan berbagai jenis fauna, seperti beragam jenis burung, reptil, jenis-jenis biota air payau seperti udang dan kepiting bakau ada di kepulauan ini. Di Pulau Handeleum yang dikelilingi oleh hutan mangrove, kita dapat menemukan rusa (Rusa timorensis) dan ular phyton. Di pulau ini juga disediakan penginapan yang dapat menampung hingga 12 orang, namun jika ingin bertualang, kita dapat berkemah atau camping di sini. Sayangnya di pulau ini kita tidak dapat melalukan snorkeling karena dikelilingi karang dan akar pohon bakau.
Sungai Cigenter
CigenterSungai sepanjang 12 km ini terletak di dalam kawasan Taman Nasional Ujung Kulon. Kita dapat menyusuri sungai ini menggunakan sampan atau dalam bahasa setempat disebut jukung, yang dapat diperoleh dengan cara menyewa di Pulau Handeleum. Sampan ini dapat diisi 5 – 6 orang dengan ditemani oleh petugas dari TNUK. Sepanjang sungai ini kita akan menjumpai ekosistem dengan keragaman hayati dan kehidupan liar satwa-satwa disini. Kita dapat menemukan ular phyton di cabang pohon yang terdapat di kanan kiri sungai, burung Raja Udang, Srigunting, kepiting bakau dan buaya. Sepanjang aliran sungai banyak terdapat jejak badak, jika cukup beruntung, anda dapat melihat badak di sini karena lokasi ini merupakan salah satu tempat favorit yang dikunjungi badak. Kita akan menghabiskan waktu 3 – 4 jam menikmati alam liar di sepanjang sungai cigenter. Jika kondisi air sedang pasang, kita dapat bersampan hingga ke hulu sungai dan mengujungi padang pengembalaan cigenter serta air terjun bertingkat.
Selain lokasi tersebut di atas dan aktivitas yang dapat kita lakukan, Taman Nasional Ujung Kulon juga menawarkan aktivitas yang lebih menantang bagi para petualang, yaitu mencoba trekking jalur selatan maupun sisi utara Semenanjung Ujung Kulon. Tentunya untuk kegiatan ini dibutuhkan persiapan fisik dan manajemen perjalanan yang baik mengingat kondisi medan dan lamanya waktu tempuh yang dibutuhkan.
Kami menyediakan beberapa paket perjalanan yang dapat di cek disini, sedangkan untuk melihat foto-foto Ujung Kulon selengkapnya, silakan klik disini.

Leave a comment